Shafa – Marwa

8 08 2012

Ketika sedang melakukan suatu ikhtiar saya teringat kisah Siti Hajar dan Nabi Ismail saat ditinggalkan di lembah tandus Mekkah oleh nabi Ibrahim as. Betapa usaha yang dilakukan oleh Siti Hajar untuk mendapatkan air untuk diminum dengan anaknya seakan sia-sia. Siti Hajar telah berlari 7 kali dari bukit Shafa dan Marwa, berharap menemukan seteguk air penghilang dahaga. Namun usahanya tak kunjung menemukan hasil.

Peristiwa pencarian air oleh Siti Hajar dari bukit Shafa dan Marwa dikenang dalam ritual Sa’i pada saat haji atau umrah.

Namun, Allah yang Maha Pengasih dan Berkehendak malah mengkaruniakan air segar yang memancar dari dalam tanah di sekitar tempat (kaki) Ismail yang sedang menunggu ibunya.

Jika kita perhatikan, seakan usaha Siti Hajar sia-sia dan tak berguna. Upaya keras yang dilakukannya tak menghasilkan apa-apa. Air yang dicarinya ternyata muncul bukan dari hasil usahanya. Hikmah apa yang bisa kita ambil dari kisah ini?

Pertama, kita tidak bisa hanya mengandalkan usaha kita dalam berusaha. Manusia diberikan kemampuan berpikir dan berbuat untuk mengupayakan suatu tujuan. Namun, hasil tidak mutlak ditentukan oleh upaya yang dilakukannya. Hasil mutlak ditentukan oleh Allah SWT.

Kedua, kadang hasil yang diharapkan akan terjadi lewat usaha yang mungkin tidak kita perhitungkan sebelumnya. Hal itu sangat mungkin terjadi, karena sepintar-pintarnya manusia dalam melakukan perkiraan, kemampuannya masih terbatas. Banyak hal yang tidak diketahui oleh manusia.

Ketiga, segala usaha yang dilakukan selain dilakukan dengan serius dan profesional harus dilandasi dengan niat yang ikhlas. Tanpa niat ikhlas maka usaha kita akan sia-sia, tidak menambah keutamaan di hadapan Allah SWT. Jika berhasil akan cenderung menyebabkan lupa diri dari pada bersyukur, jika gagal akan putus asa dan merasa sia-sia. Sebaliknya dengan niat ikhlas kita akan bersyukur jika berhasil dan sabar jika usaha kita belum berhasil, toh niat kita sudah ikhlas sehingga usaha kita akan bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.

Keempat, dalam konteks optimalisasi usaha, kita tidak boleh terlalu kaku menganggap bahwa usaha kita yang paling benar. Kita boleh (harus) beranggapan bahwa pengetahuan dan kemampuan kita adalah yang terbaik agar yang kita lakukan lebih optimal. Namun tentunya usaha kita tidak mutlak yang terbaik. Untuk itu tidak perlu terlalu sombong dengan upaya yang kita lakukan. Barangkali orang (kelompok) lain memiliki upaya yang lebih baik dari kita, atau kalaupun tidak lebih baik mungkin saja memiliki kesempatan untuk ditakdirkan berhasil. Hal yang sama barangkali dapat dianalogikan terhadap kelompok yang sedang memperjuangkan kejayaan Islam. Sebaiknya mereka tidak mengklaim bahwa gerakannya paling efektif untuk menuju kejayaan Islam. Mungkin saja saat ini kelihatannya jalan yang ditempuh seperti akan menyampaikan pada tujuan, namun tidak menutup kemungkinan ternyata di kemudian hari banyak mengalami kelemahan dan malah menyebabkan kemunduran.

Demikian, hikmah dari kisah Siti Hajar dan nabi Ismail as.